Rabu, 14 Oktober 2015

Qiyas, Istihsan, Maslahah Mursalah



Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang pengertiandan contoh  beberapa  ushul dari madzhab maliki, diantaranya:
1.      Qiyas.
Qiyas menurut bahasa Arab berarti menyamakan, membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya
Menurut para ulama ushul fiqh, ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dalam Al- Qur’an dan Sunah dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan 'illat -alasan- antara kedua kejadian atau peristiwa itu.

Contoh:
a.      Minuman keras  adalah sesuatu yang tidak ada hukum nashnya dalam Al- Qur’an maupun sunah( yang mana disebut Far’u ), disini kita men- qiyas- kan minuman keras dengan khamr yang telah jelas hukumnya dalam Al- Qur’an dan As- Sunah( Ashl) yaitu haram dengan alasan sama- sama memabukkan jika diminum.
b.      Hukum rokok tidak terdapat dalam Al- Qur’an maupun Sunah, tapi para ulama bersepakat bahwa hukum rokok adalah haram, walaupun ada beberapa ulama yang menganggapnya makruh, dalam hal ini hukum rokok di-qiyas-kan dengan hal- hal yang membuat orang membinasakan diri sendiri.

2.      Istihsan.
Menurut bahasa, istihsan berarti menganggap baik atau mencari yang baik. Menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan kepada hukum yang lainnya, pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara
Jadi singkatnya, istihsan adalah tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena ada suatu dalil syara` yang mengharuskan untuk meninggalkannya.

Contoh:
a.      peristiwa ditinggalkannya hukum potong tangan bagi pencuri di zaman khalifah Umar bin Al-Khattab ra. Padahal seharusnya pencuri harus dipotong tangannya. Itu adalah suatu hukum asal. Namun kemudian hukum ini ditinggalkan kepada hukum lainnya, berupa tidak memotong tangan pencuri. Ini adalah hukum berikutnya, dengan suatu dalil tertentu yang menguatkannya.
Mula-mula peristiwa atau kejadian itu telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu pencuri harus dipotong tangannya. Kemudian ditemukan nash yang lain yang mengharuskan untuk meninggalkan hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan itu, pindah kepada hukum lain. Dalam hal ini, sekalipun dalil pertama dianggap kuat, tetapi kepentingan menghendaki perpindahan hukum itu.
b.      sisa minuman burung buas, seperti elang, burung gagak dan sebagainya adalah suci dan halal diminum. Hal ini ditetapkan dengan istihsan.
Padahal seharusnya kalau menurut qiyas (jali), sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan burung-burung buas adalah haram diminum karena sisa minuman yang telah bercampur dengan air liur binatang itu diqiyaskan kepada dagingnya. Binatang buas itu langsung minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke tempat minumnya.
Sedangkan menurut qiyas khafi, burung buas itu berbeda mulutnya dengan mulut binatang huas. Mulut binatang buas terdiri dari daging yang haram dimakan, sedang mulut burung buas merupakan paruh yang terdiri atas tulang atau zat tanduk dan tulang atau zat tanduk bukan merupakan najis. Karena itu sisa minum burung buas itu tidak bertemu dengan dagingnya yang haram dimakan, sebab di antara oleh paruhnya, demikian pula air liurnya.
Dalam hal ini keadaan yang tertentu yang ada pada burung buas yang membedakannya dengan binatang buas. Berdasar keadaan inilah ditetapkan perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan.

3.      Maslahah Mursalah.
Dilihat dari segi bahasa maslahah mursalah terdiri dari kata maslahah & mursalah, kata maslahah sama seperti kata manfa’ah, baik artinya maupun wazannya (timbangannya), yaitu kalimat mashdar yang sama artinya dengan kalimat ash-shalah, seperti  lafaz manfa’ah sama artinya dengan an-naf’u.
Dari segi istilah maslahah mursalah adalah menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya atau tidak ada ijma’nya, dengan berdasar pada kemaslahatan.
Al-khawarizmi mendefinisikan maslahah mursalah sebagai berikkut :
“Memelihara tujuan hukum Islam dengan mencegah kerusakan/bencana (mafsadat) atau hal-hal yang merugikan diri manusia (al-khalq)”.

Contoh:
a.       Perbuatan para sahabat memilih dan mengangkat Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai   khalifah   pertama   pengganti   nabi   untuk   memimpin   umat   dalam meneruskan tugas imamah dan da’wah, menjaga, mengembangkan dan mempertahankan berlakunya syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW Seorang  khalifah  sangat  dibutuhkan  pada  saat  itu,  dan  ini  merupakan  suatu maslahat yang sangat besar, namun hal ini tidak ditemukan dalil khusus dari teks syariat yang membenarkan atau menyuruh atau membatalkannya (melarang).
b.        Sahabat Utsman bin Affan mengumpulkan al-Quran kedalam beberapa mushaf. Padahal hal ini tak pernah dilakukan dimasa Rasulullah SAW. Alasan yang mendorong mereka malakukan pengumpulan pengumpulan itu tidak lain kecuali semata-mata maslahat, yaitu menjaga al-Quran dari kepunahan atan kehilangan kemutawatirannya karena meninggalnya sejumlah besar hafidz dari generasi sahabat.

Kitab Rujukan Madzhab Maliki:
1.      Al-Mudawanatul Kubro karya Imam Malik bin Anas Al- Asbahi
2.      Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karya Ibnu Rusyd Al- Qurtuby
3.      Mawahibul Jalil Lisyarhi Mukhtashor Kholil Karya Muhammad bin Muhammad Al- Maghriby
4.      As- Syarhul Kabir “ala Mukhtashor Kholil Manhul Qodir karya Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al- ‘Adawi.
5.      Al- Muntaqo syarhu A- Muwatho’ karya Abul Walid Sulaiman bin Kholaf Al- Andalusi

Selasa, 13 Oktober 2015

Lebih Mengenal Abu Hanifah dan Madzhab Hanafi



Ia adalah An- Nu’man bin Tsabit bin Zutho bin Mahan At- tamimy, yang lebih dikenal dengan nama Abu Hanifah, menurut sebuah riwayat ia diberi laqob Abu Hanifah karena seringnya orang melihatnya membawa tinta.
Lahir di Kufa- kota yang didirikan oleh Umar bin Khotob tahun 17 Hijriah setelah berhasil menaklukkan Persia- pada tahun 80 Hijriah yang bertepatan dengan tahun 609 Masehi dan wafat di Baghdad pada tahun 150 Masehi yang bertepatan dengan tahun 764 Masehi.
Ia hidup pada zaman Sahabat masih hidup dan menurut sebuah riwayat ia termasuk tabi’in karena sempat bertemu dengan beberapa Sahabat dan meriwayatkan hadits dari mereka termasuk Anas bin Malik saat berkunjung ke Kufah.
Abu Hanifah adalah Ahli fiqih yang punya kekuatan dalam masalah logika dan akal, sehingga beliau dijuluki dengan Imam Ahlu Ro’yi; karena lebih dominan menggunakan pendapat dalam berijtihad, walaupun sedikitnya beliau menggunakan Atsar dalam pendapatnya namun tidak menafikan beliau tidak menggunakan hadits sama sekali, karena beliau adalah seorang ahli hadits. Hal ini dikarenakan  kehayi- hatian beliau  dalam periwayatan hadits dan sangat ketat dalam menetapkan syarat hadits shohih, yang mana pada masa itu banyak muncul hadits- hadits palsu , selain itu ia adalah pedagang kain sutra.
Imam Abu Hanifah berguru dengan banyak ulama yang hidup dizamannya diantaranya:
1.      Hammad bin Abu Sulaiman
2.      Ikrimah maula Ibnu Abbas
3.      Nafi’ maula Ibnu umar
Dan  dari murid- murid beliau  banyak lahir ulama besar diantaranya:
1.      Muhammad bin Hasan Asy- Syaibani(132 – 189 H). Lahir di Damaskus (Suriah) dan besar di Kufah dan menimbah ilmu di Baghdad. Pernah menimba ilmu kepada Abu Hanifah, kemudian Abu Yusuf. Pernah menimba ilmu kepada Imam Malik bin Anas. Ia juga termasuk mujtahid mutlak. Ia menulis kitab masail An- Nawadir dan kitab Zhahir Ar-Riwayah sebagai pegangan mazhab Hanafi yang terdiri dari enam kitab: Al- Mabsuth, Al- Jami’ Al- Kabir, Al- jami’ Al- Shoghir, Al- Sair Al- Kabir, Al- Sair Asl- Shoghir, dan Az- Ziyadat. Wafat di Kota Ray bertepatan dengan wafatnya Imam Al- Kisa’i.
2.      Abu yusuf Ya’qub bin Ibrahim Al- Anshori dari Kufah (113 – 182 H). Beliau menjadi hakim agung di masa Khalifah Harun Al Rasyid dan diberi gelar oleh Khalifah dengan Qodhi Qudhot ( Hakim dari semua hakim ). Beliau juga sebagai mujtahid mutlak (mujtahid yang menguasai seluruh disiplin Ilmu fiqih).
3.      Zufar bin Al- Khudhoil bin Qois Al- Kufi lahir pada tahun 110 H di Asfahan dan wafat pada tahun 158 H di Bashrah. Zufar pada hakikatnya adalah seorang ahli hadits, kemudian beliau menguasai ilmu logika dan menjadi ahli dalam masalah qiyas atas suatu masalah. Ia juga sudah mencapai derajat mujtahid mutlak, meski tidak mustaqil.
4.      Hasan bin Ziyad Al- lu’lu’I wafat pada tahun 204 Hijriah, Awalnya beliau berguru langsung kepada Abu Hanifah, kemudian sepeninggalnya, beliau berguru kepada kedua orang muridnya, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad. Beliau terkenal sebagai orang yang meriwayatkan hadits, dan juga meriwayatkan hasil-hasil ijtihad Abu Hanifah. Namun riwayatnya tidak seperti riwayat Muhammad dalam Dzhahiru Ar-Riwayah.



Ushul Madzhab Hanafi
Dasar pengambilan hukum dalam madzhab Hanafi ada 8:
1.       Al-Qur’an,
2.       As- Sunah,
3.      Ijma’,
4.       Qiyas,
5.       Al- Istihsan,
6.       Al- Istishlah
7.      , Al- urf,
8.       dan Al- Istishhab.
 Empat pertama adalah dasar hukum yang disepakati oleh mayoritas ulama, sedangkan empat berikutnya adalah yang diperselisihkan oleh para ulama.
Ada beberapa kitab utama yang menjadi rujukan dalam mazhab Al-Hanafiyah ini, antara lain :
1.      Al- Mabsut karya Muhammad bin Ahmad bin Sahl As- Sarkhosi
2.      Badai’i As- Shoma’I fi Tartibi As- Syaro’I karya Ala’uddin Abu Bakarbin Mas’ud Al- Kasani
3.      Al- Hidayah ma’a Fathil Qodir karya Ali bin Abi Bakar bin Abdul Jalil Al- Marghinani
4.      Tabyinu Al- Haqoiq syarh Kanzu Ad- Daqoiq karya Fakhruddin Utsman bin Ali Az- Zailami
5.      Fathul Qodir Syarh Ala Al- Hidayah karya Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid bin Al- Hamam
Madzhab Hanafi banyak digunakan oleh umat islam di Pakistan, India, Turki, China dan negeri- negeri lain dibelakang sungai. Dan merupakan madzhab yang digunakan sebagai undang- undang resmi pada masa kekhalifahan Turki Utsmani.



Sabtu, 10 Oktober 2015

Al- Qur’an adalah pedoman kehidupan. Pelajaran dari surat Al-Hijr



Surat ini diturunkan pada masa kesulitan dan kesusahan yang dialami oleh Rosulullah dan para sahabat dalam menyampaikan agama hanif ini yang terekam jelas dalam sejarah. Maka pada masa seperti ini hal yang sangat diperlukan adalah kesabaran dan keyakinan. Sabar dengan ujian dakwah yang harus dilalui oleh seorang mukmin, dengan sikap yakin dan percaya bahwa kita berada dalam kebenaran dan Allah SWT pasti akan menolong kita, dan apa yang terjadi pada diri kita adalah sebuah takdir yang telah ditentukan oleh Allah sejak 50 ribu tahun sebelum penciptaan manusia.
Maka surat ini diturunkan untuk menambah keyakinan dalam diri umat islam bahwa pertolongan Allah adalah dekat. Mari kita perhatikan dalam surat Al Hijr banyak kita dapati jaminan Allah yang menambah keyakinan kita, diantaranya: Allah akan menjaga Al- Qur’an -yang merupakan pedoman utama dalam islam- dari segala perubahan tangan- tangan jahil hingga hari kiamat.

Selasa, 14 Juli 2015

الَّلهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا






“ Ya Allah Engkau adalah maha pemaaf, mencintai orang yang memberi maaf, maka maafkanlah kami”
Makna dari : “ maafkanlah kami”
Permintaan hamba kepada Rabb nya agar memaafkannya mencakup 3 hal:
1.      Memaafkannya ketika di akhirat kelak, yaitu dengan tidak menghuhumnya atas dosa- dosa yang telah ia lakukan, dan ini adalah permintaan yang paling utama.
2.      Memaafkannya didunia, yaitu Allah menghilangkan apa – apa yang ada dalam hatinya dari berbagai macam penyakit hati yang membinasakan seperti iri,dengki, berbangga dengan diri sendiri, riya’, dan sisa- sisa dosa yang memberatkan hati atau membekas didalamnya dan sejenisnya.
3.      Memaafkan badannya ketika di dunia, yaitu dengan tidak terkena penyakit ataupun tidak tersisa dari padanya segala macam penyakit.
Seandainya manusia berfikir tentang makna do’a ini serta kandungan yang terdapat didalamnya, maka mereka akan tahu bahwa mengapa Nabi SAW mewasiatkan kepada Aisyah ra agar memperbanyak do’a ini pada malam lailatul qodr? Dan manusia pun tidak akan lupa untuk m embaca do’a ini lebih dri sekali.