Dan diantara orang yang tidak ikut berperang adalah 3 orang
diluar orang munafiq, Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayah, dan Maroroh bin
Robi’ah.
Berceritalah Ka’ab tentang kisahnya pada awal peperangan,
ketika Nabi menyeru manusia untuk menyiapkan diri menghadapi perang ini, saat
itu aku sedang dalam keadaan lapang, dan aku telah menyiapkan 2 unta untuk perjalanan perang. Dia berkata: “ Aku telah
menyaksikan seluruh perang bersama Rosulullah SAW kecuali perang Badr”. Ketika
orang- orang bersiap- siap untuk berangkat perang, Ka’ab berbicara dalam hati:
“ Aku akan menyelesaikan semua urusanku dan menyiapkan bekalku besok, karena
aku mampu untuk ini, namun keesokan harinya aku belum mempersiapkan sesuatu,
hingga orang- orang telah selesai mempersiapkan segala sesuatu”.
Ketika Rosulullah dan para sahabatnya siap berangkat untuk
berperang, aku melihat mereka dan aku yakin aku akan bisa menyusul mereka dalam
sehari atau 2 hari. Setelah sehari dua hari setan membisikkan sesuatu kepadaku,
mengatakan aku akan kesusahan menyusul
mereka, dan bertambahlah gundah hatiku dan sedih ketika tidaklah kulihat di
Madinah kecuali orang- orang munafik dan orang yang mempunyai udzur, kecuali
aku.
Dan hasil panen di Madinah sungguh menyenangkan, namun
bertambahlah resah dan gelisah dalam diriku. Dan Rosulullah menyebut namaku
ketika di Tabuk, dia bertanya kepada para sahabat: Apa yang dilakukan Ka’ab bin
Malik?”, menjawablah salah seorang dari mereka:” Wahai Rosulullah dia telah
terberatkan dengan hasil panennya”, berdirilah Mu’adz bin Jabal dan berkata:”
Engkau telah berdusta, apa yang terjadi bukanlah seperti yang engkau katakana,
sesungguhnya kami tidak mengetahui darinya kecuali kebaikan”. Maka diamlah
Rosulullah, seorang Nabi menanyakan Ka’ab sedangkan Ka’ab duduk- duduk di Madinah
tanpa ada udzur sama sekali. Ketika aku mengetahui bahwa Nabi telah kembali
dari Tabuk ke Madinah, aku sempat berpikiran untuk berbohong dan menyampaikan
sebuah udzur, dan aku sudah menyiapkan sebuah alasan, yang dengannya aku bisa
terbebas dari hukuman. Ketika aku memasuki masjid aku dapati orang- orang
munafiq menyampaikan udzur, yang mana jumlah mereka lebih dari 80 orang, namun
ketika aku menghadap Rosulullah SAW, beliau melihatku sambil tersenyum marah,
kemudian memanggilku, dan aku pun duduk dihadapannya, dan dia berkata:” Wahai
Ka’ab apa yang membuatmu tidak ikut berperang?”, namun Ka’ab tidak bisa
mengutarakan alasannya, padahal orang- orang munafiq mereka mengutarakan alasan
yang dibuat- buat dan Rosulullah pun memintakan ampun untuk mereka. Maka Ka’ab
pun menjawab:” Wahai Rosulullah kseandainya aku berbicara dengan selain engkau
di dunia ini, aku pasti akan mengutarakan alasan yang aku buat- buat, padahal
Allah telah memberikan kelebihan kepadaku dalam hal berbicara, tapi tiadalah
yang dapat menyelamatkanku melainkan kejujuran, demi Allah padahal aku adalah
termasukm orang yang diberi kelapangan oleh Allah untuk pergi berperang,
tidaklah aku mempunyai udzur”. Rosulullah SAW bersabda:” Adapun ini maka
sungguh benarlah firman Allah, maka berdirilah ka’ab dan tunggulah keputusan
dari Allah”.
Dan ka’ab pun keluar masjid, dan berkatalah orang- orang
kepadanya:” Wahai Ka’ab, apakah yang telah kamu perbuat, seandainya engkau
mengutarakan sebuah alasan, sungguh Rosulullah akan memintakan ampun untukmu”,
hingga aku berfikir untuk kembali dan mengutarakan sebuah alasan bohong. Aku
bertanya kepada mereka:” Apakah ada yang berbuat sepertiku?”, maka disebutlah
dua sahabat yang solih Hilal bin Umayah dan Maroroh bin Robi’ah. Maka Nabi pun
meminta kepada orang- orang agar jangan berbicara kepada mereka bertiga, dan
mereka diboikot. Adapun Hilal dan Maroroh mereka adalah orang yang sudah lanjut
usia, dan tidak banyak keluar rumah, adapun aku masih muda dan kuat, aku keluar
kepasar dan bercampur dengan orang- orang, aku solat dengan mereka dan tidak
ada yang mengajakku berbicara sama sekali, bisa kalian bayangkan? Orang- orang
merasa bersedih atas apa yang terjadi pada mereka bertiga, karena mereka adalah
orang beriman dan jujur, bahkan saat aku mengucapkan salam kepada Rosulullah,
beliau tidak menjawabnya, dan ketika aku melihatnya, beliau memalingkan muka
dariku. Bisa dibayangkan, orang yang paling kamu cintai dia menjawab salammu,
tidak berbicara padamu, bahkan memalingkan muka ketika bertemu denganmu.
Aku pun keluar masjid dengan sangat bersedih, menuju rumah
Abu Qotadah sepupuku, aku mengucapkan salam kepadanya, namun ia tidak menjawab
salamku. Aku berkata kepadanya:” Wahai Abu Qotadah tidakkah engkau mengetahui
bahwa aku sungguh mencitai Allah dan Rosul- Nya?”, namun ia tidak menjawab
pertanyaanku, hingga kuulangi tiga kali. Ia pun menjawab:” Allah dan Rosul- Nya
lebih mengetahui”, berderailah air mataku, aku pergi ke pasar dan tidak seorang
pun menjawab salamku, hingga datang surat dari Syam menanyakan tentangku, aku
pun membaca suratnya, yang ternyata dari pemuka kaum di Syam dan mengatakan
bahwa telah sampai kabar kepada kami bahwa kaummu telah mengucilkanmu, maka
bergabunglah bersama kami. Ketika aku membaca suratnya, aku langsung
melemparnya kedalam perapian, ini adalah sebuah musibah.
Berlalulah 40 hari dan tiada seorang pun yang berbicara
kepadaku, hingga datanglah utusan Rosulullah yang mana aku mengira ini adalah
sebuah jalan keluar, tapi ternyata Rosulullah menyuruhku untuk menjauhi
istriku, “ apakah Rosulullah menyuruhku untuk menceraikannya?”, ia menjawab: “
tidak”. Akupun menyuruh istriku untuk pulang ke rumah keluarganya, dan aku
menjalani hari- hari seperti ini selama 50 hari.
“dan
terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga
apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa
merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui
bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. –At – Taubah:118-
hingga telah lewat waktu selama 50 hari,hari yang sungguh
berat bagiku dan 2 sahabatku, dan akupun sholat subuh kemudian aku duduk diatas
atap rumahku, merenungi nasib yang menimpaku, aku harusnya terus meminta ampun
kepada Allah dan bertaubat. Hingga tiba- tiba aku mendengar orang keluar dari
masjid dan memanggilku, yang mana telah sekian lama aku tidak mendengar
seorangpun memanggil namaku, aku tahu ini adalah sebuah kabar gembira, maka aku
langsung bersujud – sujud syukur-. Dan akupun bangun dari sujud dan kulihat
dari kejauhan seseorang bergegas menuju rumahku, adapun yang lainnya, naik
keatas rumah- rumah mereka dan berteriak dari jauh “ berbahagialah engkau wahai
Ka’ab bin Malik karena Allah telah menerima taubatmu”. Ketika tiba orang yang
datang kerumahku, aku langsung melepas kedua bajuku dan kuberikan kepadanya,
yangmana aku tidak mempunyai baju lagi untuk menghadap Rosulullah SAW, maka
akupun meminjam 2 baju dan bergegas menuju Rosulullah. Setiap sahabat
menyambutku dengan suka cita dan memberiku selamat atas diterimanya taubatku.
Ketika aku memasuki masjid, kulihat Nabi SAW duduk yang mana para sahabat
berada disekelilingnya, berdirilah Tholhah bin Ubaidillah menyalamiku dan
memberiku selamat. Ketika aku duduk dihadapan Rosulullah SAW kulihat beliau
tersenyum dan wajahnya berseri- seri seperti bulan purnama, lalu beliau
berkata:” berbahagialah Ka’ab pada hari terbaik sejak engkau lahir ke dunia
ini”. Aku bertanya:” Wahai Rosulullah apakah ini darimu atau dari Allah?”,
beliau menjawab:” ini dari Allah”. Allah menyebut mereka dalam firman-Nya:
“dan
terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga
apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa
merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui
bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja.
kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.
Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.- At-
Taubah:118-
aku sangat bahagia dengan kabar gembira ini, akupun berkata:”
aku akan menginfakkan seluruh hartaku di jalan Allah”, namun Rosulullah
menyuruhku agar menginfaqkan sebagian saja. Para sahabat mengucapkan selamat
kepada mereka bertiga, berbicara dengan mereka, dan duduk- duduk bersama
mereka, dan seluruh Madinah pun bergembira. 50 hari mereka diuji Allah dan
mereka pun lulus ujian, melalui hari- hari sulit dengan terus bertaubat kepada
Allah. Beginilah kisah diterimanya taubat mereka, Allah telah menyelamatkan
mereka; disebabkan kejujuran mereka kepada Allah dan Rosul-Nya.
Pada tahun ini juga, Nabi SAW menerima kabar kematian Raja
Najasyi, bersedihlah hati Nabi SAW, karena ia adalah raja yang baik hati dan
adil, maka Rosul pun menyolatkannya solat Ghoib, dan disyariatkan Sholat Ghoib.
Begitu juga pada tahun ini, pemimpin kaum munafik Abdullah
bin Ubay bin Salul meninggal, Nabi SAW pun memintakan ampun untuknya, maka
turunlah ayat:” kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan
ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi
mereka tujuh puluh kali, Namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan
kepada mereka. yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.”
Maka nabi pun berkata aku akan memintakan ampun untuknya
lebih dari 70 kali. Abdullah yang terus- menerus menyiksa Nabi SAW selama
bertahun- tahun, namun beliau menyuruh untuk memandikannya, mengkafaninya dan
mensholatkannya. Umar ra berkata:” Apakah engkau akan mensholatkan pemimpin
kaum munafiq? Orang yang selalu berbuat begini dan begitu”. Rosulullah
menjawab:” Iya”, ini karena kasih sayang Rosulullah SAW. Ketika beliau SAW
sedang mensholatkannya, maka turunlah ayat: “ dan janganlah kamu sekali-kali
menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah
kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik”. Beginilah Al-
Qur’an menguatkan perkataan Umar ra.
Pada tahun ini juga ditegakkanlah hukum rajam bagi wanita
Ghomidiyah, siapakah wanita Ghomidiyah? seorang pezina yang datang kepada
Rosulullah untuk dihukum, ia berkata:” Wahai Rosulullah aku telah berzina, maka
sucikanlah aku”, maka Nabi SAW membiarkannya hingga ia melahirkan. Ketika ia
telah melahirkan, ia kembali kepada rosulullah sambil membawa bayi, dan Nabi
SAW menyuruhnya kembali dan menyusui bayinya. Setelah 2 tahun ia kembali lagi
sambil membawa anak keci dan ditangannya memegang roti dan memakannya-
menandakan kalau anak kecil telah disapih-. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau
mengambil anaknya dan diberikan kepada salah seorang sahabatnya dan dirajamlah
wanita ini, dan Nabi SAW memberi kabar gembira dengan diterimanya taubat wanita
ini.
Beginilah kejadian- kejadian yang terjadi pada tahun ke-9
hijriah, yang mana Nabi SAW adalah orang yang paling kasih saying, berbahagia
akan diterimanya taubat kaumnya walaupun ia telah bermaksiat. selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar