Kamis, 07 Januari 2016

SIRAH NABI - Tahun ke-9 Hijriyah- Part -3



Dan diantara orang yang tidak ikut berperang adalah 3 orang diluar orang munafiq, Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayah, dan Maroroh bin Robi’ah.
Berceritalah Ka’ab tentang kisahnya pada awal peperangan, ketika Nabi menyeru manusia untuk menyiapkan diri menghadapi perang ini, saat itu aku sedang dalam keadaan lapang, dan aku telah menyiapkan 2 unta untuk  perjalanan perang. Dia berkata: “ Aku telah menyaksikan seluruh perang bersama Rosulullah SAW kecuali perang Badr”. Ketika orang- orang bersiap- siap untuk berangkat perang, Ka’ab berbicara dalam hati: “ Aku akan menyelesaikan semua urusanku dan menyiapkan bekalku besok, karena aku mampu untuk ini, namun keesokan harinya aku belum mempersiapkan sesuatu, hingga orang- orang telah selesai mempersiapkan segala sesuatu”.
Ketika Rosulullah dan para sahabatnya siap berangkat untuk berperang, aku melihat mereka dan aku yakin aku akan bisa menyusul mereka dalam sehari atau 2 hari. Setelah sehari dua hari setan membisikkan sesuatu kepadaku, mengatakan aku akan kesusahan  menyusul mereka, dan bertambahlah gundah hatiku dan sedih ketika tidaklah kulihat di Madinah kecuali orang- orang munafik dan orang yang mempunyai udzur, kecuali aku.
Dan hasil panen di Madinah sungguh menyenangkan, namun bertambahlah resah dan gelisah dalam diriku. Dan Rosulullah menyebut namaku ketika di Tabuk, dia bertanya kepada para sahabat: Apa yang dilakukan Ka’ab bin Malik?”, menjawablah salah seorang dari mereka:” Wahai Rosulullah dia telah terberatkan dengan hasil panennya”, berdirilah Mu’adz bin Jabal dan berkata:” Engkau telah berdusta, apa yang terjadi bukanlah seperti yang engkau katakana, sesungguhnya kami tidak mengetahui darinya kecuali kebaikan”. Maka diamlah Rosulullah, seorang Nabi menanyakan Ka’ab sedangkan Ka’ab duduk- duduk di Madinah tanpa ada udzur sama sekali. Ketika aku mengetahui bahwa Nabi telah kembali dari Tabuk ke Madinah, aku sempat berpikiran untuk berbohong dan menyampaikan sebuah udzur, dan aku sudah menyiapkan sebuah alasan, yang dengannya aku bisa terbebas dari hukuman. Ketika aku memasuki masjid aku dapati orang- orang munafiq menyampaikan udzur, yang mana jumlah mereka lebih dari 80 orang, namun ketika aku menghadap Rosulullah SAW, beliau melihatku sambil tersenyum marah, kemudian memanggilku, dan aku pun duduk dihadapannya, dan dia berkata:” Wahai Ka’ab apa yang membuatmu tidak ikut berperang?”, namun Ka’ab tidak bisa mengutarakan alasannya, padahal orang- orang munafiq mereka mengutarakan alasan yang dibuat- buat dan Rosulullah pun memintakan ampun untuk mereka. Maka Ka’ab pun menjawab:” Wahai Rosulullah kseandainya aku berbicara dengan selain engkau di dunia ini, aku pasti akan mengutarakan alasan yang aku buat- buat, padahal Allah telah memberikan kelebihan kepadaku dalam hal berbicara, tapi tiadalah yang dapat menyelamatkanku melainkan kejujuran, demi Allah padahal aku adalah termasukm orang yang diberi kelapangan oleh Allah untuk pergi berperang, tidaklah aku mempunyai udzur”. Rosulullah SAW bersabda:” Adapun ini maka sungguh benarlah firman Allah, maka berdirilah ka’ab dan tunggulah keputusan dari Allah”.
Dan ka’ab pun keluar masjid, dan berkatalah orang- orang kepadanya:” Wahai Ka’ab, apakah yang telah kamu perbuat, seandainya engkau mengutarakan sebuah alasan, sungguh Rosulullah akan memintakan ampun untukmu”, hingga aku berfikir untuk kembali dan mengutarakan sebuah alasan bohong. Aku bertanya kepada mereka:” Apakah ada yang berbuat sepertiku?”, maka disebutlah dua sahabat yang solih Hilal bin Umayah dan Maroroh bin Robi’ah. Maka Nabi pun meminta kepada orang- orang agar jangan berbicara kepada mereka bertiga, dan mereka diboikot. Adapun Hilal dan Maroroh mereka adalah orang yang sudah lanjut usia, dan tidak banyak keluar rumah, adapun aku masih muda dan kuat, aku keluar kepasar dan bercampur dengan orang- orang, aku solat dengan mereka dan tidak ada yang mengajakku berbicara sama sekali, bisa kalian bayangkan? Orang- orang merasa bersedih atas apa yang terjadi pada mereka bertiga, karena mereka adalah orang beriman dan jujur, bahkan saat aku mengucapkan salam kepada Rosulullah, beliau tidak menjawabnya, dan ketika aku melihatnya, beliau memalingkan muka dariku. Bisa dibayangkan, orang yang paling kamu cintai dia menjawab salammu, tidak berbicara padamu, bahkan memalingkan muka ketika bertemu denganmu.
Aku pun keluar masjid dengan sangat bersedih, menuju rumah Abu Qotadah sepupuku, aku mengucapkan salam kepadanya, namun ia tidak menjawab salamku. Aku berkata kepadanya:” Wahai Abu Qotadah tidakkah engkau mengetahui bahwa aku sungguh mencitai Allah dan Rosul- Nya?”, namun ia tidak menjawab pertanyaanku, hingga kuulangi tiga kali. Ia pun menjawab:” Allah dan Rosul- Nya lebih mengetahui”, berderailah air mataku, aku pergi ke pasar dan tidak seorang pun menjawab salamku, hingga datang surat dari Syam menanyakan tentangku, aku pun membaca suratnya, yang ternyata dari pemuka kaum di Syam dan mengatakan bahwa telah sampai kabar kepada kami bahwa kaummu telah mengucilkanmu, maka bergabunglah bersama kami. Ketika aku membaca suratnya, aku langsung melemparnya kedalam perapian, ini adalah sebuah musibah.
Berlalulah 40 hari dan tiada seorang pun yang berbicara kepadaku, hingga datanglah utusan Rosulullah yang mana aku mengira ini adalah sebuah jalan keluar, tapi ternyata Rosulullah menyuruhku untuk menjauhi istriku, “ apakah Rosulullah menyuruhku untuk menceraikannya?”, ia menjawab: “ tidak”. Akupun menyuruh istriku untuk pulang ke rumah keluarganya, dan aku menjalani hari- hari seperti ini selama 50 hari.
dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. –At – Taubah:118-
hingga telah lewat waktu selama 50 hari,hari yang sungguh berat bagiku dan 2 sahabatku, dan akupun sholat subuh kemudian aku duduk diatas atap rumahku, merenungi nasib yang menimpaku, aku harusnya terus meminta ampun kepada Allah dan bertaubat. Hingga tiba- tiba aku mendengar orang keluar dari masjid dan memanggilku, yang mana telah sekian lama aku tidak mendengar seorangpun memanggil namaku, aku tahu ini adalah sebuah kabar gembira, maka aku langsung bersujud – sujud syukur-. Dan akupun bangun dari sujud dan kulihat dari kejauhan seseorang bergegas menuju rumahku, adapun yang lainnya, naik keatas rumah- rumah mereka dan berteriak dari jauh “ berbahagialah engkau wahai Ka’ab bin Malik karena Allah telah menerima taubatmu”. Ketika tiba orang yang datang kerumahku, aku langsung melepas kedua bajuku dan kuberikan kepadanya, yangmana aku tidak mempunyai baju lagi untuk menghadap Rosulullah SAW, maka akupun meminjam 2 baju dan bergegas menuju Rosulullah. Setiap sahabat menyambutku dengan suka cita dan memberiku selamat atas diterimanya taubatku. Ketika aku memasuki masjid, kulihat Nabi SAW duduk yang mana para sahabat berada disekelilingnya, berdirilah Tholhah bin Ubaidillah menyalamiku dan memberiku selamat. Ketika aku duduk dihadapan Rosulullah SAW kulihat beliau tersenyum dan wajahnya berseri- seri seperti bulan purnama, lalu beliau berkata:” berbahagialah Ka’ab pada hari terbaik sejak engkau lahir ke dunia ini”. Aku bertanya:” Wahai Rosulullah apakah ini darimu atau dari Allah?”, beliau menjawab:” ini dari Allah”. Allah menyebut mereka dalam firman-Nya:
dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.- At- Taubah:118-
aku sangat bahagia dengan kabar gembira ini, akupun berkata:” aku akan menginfakkan seluruh hartaku di jalan Allah”, namun Rosulullah menyuruhku agar menginfaqkan sebagian saja. Para sahabat mengucapkan selamat kepada mereka bertiga, berbicara dengan mereka, dan duduk- duduk bersama mereka, dan seluruh Madinah pun bergembira. 50 hari mereka diuji Allah dan mereka pun lulus ujian, melalui hari- hari sulit dengan terus bertaubat kepada Allah. Beginilah kisah diterimanya taubat mereka, Allah telah menyelamatkan mereka; disebabkan kejujuran mereka kepada Allah dan Rosul-Nya.
Pada tahun ini juga, Nabi SAW menerima kabar kematian Raja Najasyi, bersedihlah hati Nabi SAW, karena ia adalah raja yang baik hati dan adil, maka Rosul pun menyolatkannya solat Ghoib, dan disyariatkan Sholat Ghoib.
Begitu juga pada tahun ini, pemimpin kaum munafik Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal, Nabi SAW pun memintakan ampun untuknya, maka turunlah ayat:” kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, Namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.”
Maka nabi pun berkata aku akan memintakan ampun untuknya lebih dari 70 kali. Abdullah yang terus- menerus menyiksa Nabi SAW selama bertahun- tahun, namun beliau menyuruh untuk memandikannya, mengkafaninya dan mensholatkannya. Umar ra berkata:” Apakah engkau akan mensholatkan pemimpin kaum munafiq? Orang yang selalu berbuat begini dan begitu”. Rosulullah menjawab:” Iya”, ini karena kasih sayang Rosulullah SAW. Ketika beliau SAW sedang mensholatkannya, maka turunlah ayat: “ dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik”. Beginilah Al- Qur’an menguatkan perkataan Umar ra.
Pada tahun ini juga ditegakkanlah hukum rajam bagi wanita Ghomidiyah, siapakah wanita Ghomidiyah? seorang pezina yang datang kepada Rosulullah untuk dihukum, ia berkata:” Wahai Rosulullah aku telah berzina, maka sucikanlah aku”, maka Nabi SAW membiarkannya hingga ia melahirkan. Ketika ia telah melahirkan, ia kembali kepada rosulullah sambil membawa bayi, dan Nabi SAW menyuruhnya kembali dan menyusui bayinya. Setelah 2 tahun ia kembali lagi sambil membawa anak keci dan ditangannya memegang roti dan memakannya- menandakan kalau anak kecil telah disapih-. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau mengambil anaknya dan diberikan kepada salah seorang sahabatnya dan dirajamlah wanita ini, dan Nabi SAW memberi kabar gembira dengan diterimanya taubat wanita ini.
Beginilah kejadian- kejadian yang terjadi pada tahun ke-9 hijriah, yang mana Nabi SAW adalah orang yang paling kasih saying, berbahagia akan diterimanya taubat kaumnya walaupun ia telah bermaksiat. selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar